Selasa, 13 September 2011

Latar belakang Sejarah




Meester, meester? Suara itu diteriakkan berkali-kali oleh sopir angkot M-16 Jurusan Pasar Minggu- Kampung-Melayu.

Pada tahun 1930-an Jalan Raya Matraman menuju Jatinegara  masih bernama Meester Cornelis. di kiri terdapat Jalan trem listrik dengan tiang-tiangnya . Trem menggelinding di hampir seluruh kota. Batavia 1930-an bebas dari kemacetan dan polusi. Sementara itu, perencanaan kota tidak berantakan seperti sekarang. Ketika itu penduduk jakarta diperkirakan tidak sampai setengah juta jiwa. Orang-orang masih leluasa bersepeda dan berkereta kuda (delman) tanpa mengalami hambatan. Ada pula satu atau dua mobil yang terlihat di jalanan. Jalan ini berada di Jalan Pos atau Jalan Daendels. Karena, jalan ini dibangun pada masa Gubernur Jenderal Willem Herman Daendels (1808-1811) dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur sepanjang seribu kilometer


Dari kejauhan, tampak Gereja Kononia yang kini letaknya bersebelahan dengan Lapangan Jenderal Urip Sumohardjo. Di bagian belakang yang diapit oleh Jalan Jatinegara Timur dan Bekasi Barat dimana terdapat Pasar Mester (Jatinegara) yang dibangun sekitar abad ke-19. Meester Cornelis (Jatinegara) pernah dijadikan nama kabupaten terpisah dari kabupaten Batavia. Sementara itu, Matraman merupakan bagian dari Jatinegara. Nama itu diberikan Jepang pada 1942-1945. 


Di Jalan Matraman, terdapat Asrama Militer Berland yang  sejak masa kolonial menjadi rumah para prajurit. Di seberangnya, terdapat Pal Meriam dan Jl Tegalan. Di kedua kampung yang berseberangan dan bertetangga ini, anak mudanya sering terjadi tawuran. Warga Berland yang sebagian besar anak tangsi dengan  warga kampung di seberangnya yang sebagian besar orang Betawi. 
Matraman dalam sejarahnya yang panjang mengambil nama dari Mataram. Saat itu, Kerajaan Mataram-yang hendak menyerang Batavia pada 1628-1629-menempatkan pasukannya di sekitar daerah Matraman yang masih hutan belukar. 

Rabu, 09 Maret 2011

Tukang Sayur

Tukang sayur di Tunisia berhasil mengobarkan revolusi rakyat. Lho kok bisa? Tukang sayur ini sudah putus asa hendak mengadu kemana. Setiap dia berjualan sayur dengan gerobak dorongnya di pinggir jalan, selalu kena tilang polisi pamongpraja. Gerobaknya disita, dagangannya hilang entah kemana. gerobaknya bisa kembali asal ditebus. sesudah berhasil mendapat pinjaman kanan-kiri, dari tetangga, teman ia berhasil menebus gerobaknya kembali. besoknya ia berdagang ke jalan lagi, ya mau kemana lagi, wong yang banyak beli orang-orang yang lalu lalang di jalan, ibu-ibu yang mau masak, pegawai yang baru pulang kerja, semua menjadi langganan dan sahabatnya. Tetapi, nasibnya malang, kembali gerobaknya disita polisi pamongpraja. sedang ia masih punya pinjaman dan belum bisa mengembalikan pinjamannya yang belum lunas. merasa putus asa ia mau mengadu ke presiden, di istana negara. di pintu gerbang istana, ia ditahan, gerobaknya di sita, ia tidak boleh masuk. ia menemukan dirinya sebagai obyek kekuasaan, tak berdaya, maka tak ada jalan lain kecuali membeli bensin dan membakar dirinya di depan istana. peristiwa itu diliput surat-kabar ibukota dan disiarkan TV, teman-teman tukang sayur marah, mendemo istana, mendemo presiden atas perlakuan aparat kepada temannya tukang sayur. kemarahan makin memuncah, protes meluas dan mendesak presiden mundur. Revolusi Tunisia berhasil, apa sebabnya?

Senin, 21 Februari 2011

Kamis, 10 Februari 2011