Meester, meester? Suara
itu diteriakkan berkali-kali oleh sopir angkot M-16 Jurusan Pasar Minggu-
Kampung-Melayu.
Pada tahun 1930-an Jalan Raya Matraman menuju Jatinegara masih bernama Meester
Cornelis. di kiri terdapat Jalan trem listrik dengan tiang-tiangnya . Trem menggelinding di
hampir seluruh kota. Batavia 1930-an bebas dari kemacetan dan polusi. Sementara
itu, perencanaan kota tidak berantakan seperti sekarang. Ketika itu penduduk jakarta diperkirakan tidak sampai setengah juta jiwa. Orang-orang masih leluasa bersepeda dan berkereta kuda (delman) tanpa mengalami hambatan. Ada pula satu atau dua mobil yang terlihat di jalanan. Jalan ini berada di Jalan Pos atau Jalan Daendels. Karena, jalan ini dibangun pada masa Gubernur Jenderal Willem
Herman Daendels (1808-1811) dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur
sepanjang seribu kilometer
Dari kejauhan, tampak Gereja Kononia yang kini letaknya bersebelahan dengan Lapangan Jenderal Urip Sumohardjo. Di bagian belakang yang diapit oleh Jalan Jatinegara Timur dan Bekasi Barat dimana terdapat Pasar Mester (Jatinegara) yang dibangun sekitar abad ke-19. Meester Cornelis (Jatinegara) pernah dijadikan nama kabupaten terpisah dari kabupaten Batavia. Sementara itu, Matraman merupakan bagian dari Jatinegara. Nama itu diberikan Jepang pada 1942-1945.
Di Jalan Matraman, terdapat Asrama Militer Berland yang sejak masa kolonial menjadi rumah para prajurit. Di seberangnya, terdapat Pal Meriam dan Jl Tegalan. Di kedua kampung yang berseberangan dan bertetangga ini, anak mudanya sering terjadi tawuran. Warga Berland yang sebagian besar anak tangsi dengan warga kampung di seberangnya yang sebagian besar orang Betawi.
Matraman dalam sejarahnya yang panjang mengambil nama dari
Mataram. Saat itu, Kerajaan Mataram-yang hendak menyerang Batavia pada
1628-1629-menempatkan pasukannya di sekitar daerah Matraman yang masih hutan
belukar.